Sabtu, 25 April 2009

Rahasia Roh ,Jiwa, Dan Nafas...


Saya sering mendapati kata-kata atau kalimat bahasa Indonesia yang tidak mampu memuat makna atau padanan kata yang sesuai dengan bahasa Arab, Inggris, dan Prancis.

Sehingga sampai sekarang kita terkadang bingung dengan istilah-istilah asing yang kalau diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia menjadi rancu dan aneh. Seperti pada kata qalb, diterjemahkan menjadi hati, hati kecil, hati nurani dll seakan-akan hati itu ada beberapa macam lapisan, sebenarnya qalb itu sifat dari jiwa, sedangkan jiwa itu termasuk An nafs (badan, sosok, wujud / berwujud / berbentuk / berupa). Disini orang kebanyakan keliru, "An nafs" hanya diartikan jiwa, padahal badan wadag (fisik ) ini pun disebut An nafs (sosok, wujud kasar/ badan kasar).

Roh adalah rahasia Tuhan yang di tiupkan kepada nafs (jiwa atau badan). Roh ini menyebut dirinya AKU, yang disebut bashirah (yang mengetahui atas jiwa, qalb, fisik dll. - lihat tafsir Shafwatut Attafaasir surat Al qiayamah: 14 )

Baiklah agar tidak bingung, mari kita bahas satu persatu menurut dalil qoth'i.

Apakah roh itu ??

Mengapa Allah merahasiakan Roh dan mengaitkannya dengan Roh-Nya, dan didalam Alqur'an termasuk kelompok ayat-ayat mutasyabihat (makna yang dirahasiakan), karena pada ayat tersebut terdapat kalimat Roh manusia adalah Roh yang ditiupkan dari ROH-KU (Min ruuhii) arti harfiahnya adalah Roh milik Allah. Akan tetapi para mufassir menterjemahkan Roh ciptaan Allah. - saya tidak berani menafsirkan karena dari segi tata bahasa ayat ini termasuk kalimat muatasyabihat, tidak ada menunjukkan bahwa Roh itu ciptaan Allah, karena itu saya tidak berani menterjemahkan kalimat ini - sebab Allah sendiri melarang meraba-raba atau mereka-reka seperti apa roh itu .kecuali hanya bisa merasakan bahwa di dalam diri ini ada yang melihat (bashirah) setiap gerak-gerik jiwa dan pikiran serta perasaan kita. Dan bashirah bersifat fitrah (suci) karena ia selalu bersama dan mengikuti amr-amr (perintah) Tuhannya .

"Maka apabila telah Aku menyempurnakan kejadiannya dan telah meniupkan kedalamnya Ruh-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud." (Al Hijr,29)

An Nafs adalah yang memiliki bentuk atau wujud atau sosok yang tergambarkan, yang diciptakan dari unsur alam yaitu min sulaatin min thiin (ekstrak alam), sedangkan Roh bukan tercipta dari unsur alam ataupun dari materi yang sama dengan Malaikat maupun Jin, sehingga mereka hingga kini tidak mengetahui dari unsur apa roh manusia diciptakan. Bahkan Allah membiarkan para Malaikat dan Syetan tak berhenti berfikir penasaran, apakah gerangan yang menyebabkan manusia memiliki kedudukan lebih tinggi dari bangsa malaikat dan syetan serta makhluk-makhluk yang lainnya, Allah hanya berkata : "Inni a'lamu maa laa ta'lamuun … Aku lebih mengetahui dari apa-apa yang kalian tidak ketahui." (QS. Al Baqarah: 30). Para malaikat protes atas kebijaksanaan Allah yang dianggap tidak masuk akal, dengan perasaan ragu mereka akhirnya mengungkapkan rasa penasarannya kepada Allah … ataj'alu fiiha man yufsidu fiiha wayasdikuddimaa' wanahnu nussabbihu bihamdika wanuqaddisulaka ?? Mengapa Engkau hendak menjadikan ( khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau ?? Tuhan berfirman : "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (QS. Al Baqarah: 30 )

Rahasia roh ini dipertegas oleh Allah dalam surat Al Isra' :85

"Dan mereka bertanya kepadamu tentang Roh, katakanlah : Roh itu termasuk urusan-Ku (amr-Tuhanku) dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit ."

Seperti apa yang sebutkan diatas saya tidak berani menafsirkan, apakah Roh itu, apalagi menterjemahkan sebagai Roh ciptaan-Ku. Saya akan tetap mengikuti arti lafadz aslinya yaitu Ruuhii (Roh-Ku) karena disana disebutkan kalian tidak memiliki pengetahuan tentang Roh kecuali hanya sedikit sekali.

Dan roh ini memiliki sifat yang Mengetahui, seperti pada surat :Al qiyamah ayat : 14

Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri (nafs). Di dalam nafs (diri) manusia ada yang selalu tahu, yaitu Aku. Yaitu Roh manusia yang menjadi saksi atas segala apa yang dilakukan nafsinya (diri). Ia mengetahui kebohongan dirinya (nafs), kemunafikan, rasa angkuhnya, dan rasa kebencian hatinya. Karena itu sang roh disebut min Amri rabbi - selalu mendapatkan intruksi-instruksi Tuhan-Ku. Mengapa demikian, - karena ia tidak pernah mengikuti kehendak nafsunya dan tidak pernah menyetujuinya tanpa kompromi sedikitpun. Ialah disebut fitrah yang suci, dan fitrah manusia selalu seiring dengan fitrah Allah (QS. Ar Rum:30)

Jadi jika manusia mengikuti fitrahnya, maka ia akan selalu mengikuti kehendak ilahy.

Kemudian Apakah Nafs itu ??

Nafs mempunyai beberapa makna :

Pertama, Nafs yang berkaitan dan tumpuan syahwat atau hawa (hawa berasal dari bahasa Arab yang tercantum dalam Alqur'an, wanaha An nafsa `anil hawa - dan ia menahan dirinya (fisiknya) dari keinginannya (hawanya) ( An Nazi'at :40-41). Yaitu hawanya mata, hawanya telinga, hawanya mulut, hawanya kemaluan, hawanya otak dll. Hawa-hawa atau syahwat, selalu berkecenderungan kepada asal kejadiannya yaitu sari pati tanah - dengan demikian An nafs berarti fisik (tanah yang diberi bentuk). Dia akan bergerak secara naluri mencari bahan-bahan materi asal fisiknya, ketika kekurangan energi atau kekurangan unsur-unsur asalnya maka ia akan segera mencari atau secara naluri ia akan berkata, saya lapar, saya haus !!

"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari ekstrak yang berasal dari tanah." (QS. Al Mukminun:12)

"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari Lumpur hitam yang berstruktur (berbentuk), maka apabila Aku telah meniupkan kepadanya Roh-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud." (QS. Al Hijir: 28-29)

An nafs arti fisik yang mempunyai bahan dari ekstrak tanah yang mempunyai bentuk .

Kedua, An Nafs berarti : Jiwa , - jiwa mempunyai beberapa sifat, nafs lawwamah (pencela), nafs muthmainnah (tenang), Nafs Ammarah bissu' (senantiasa menyuruh berbuat jahat).

Yaa ayyatuhannafsul muthmainnah ….. (QS. Al Fajr : 27-28)

Wala uqsimu binnafsil lawwamah …(QS. Al Qiyamah:2)

Wama ubarriu nafsii, innannafsa laammaratun bissuu' (QS. Yusuf:53)

Sedangkan Qalb, artinya sifat jiwa yang berubah-ubah, tidak tetap. Terkadang ia bersifat muthmainnah, kadang juga lawwamah, atau berubah menjadi ammarah bissuu'

Watak seperti inilah yang dimaksud dengan QALB (berbolak-balik), jadi keliru kalau dikatakan qalb itu adalah wujud karena dia bukan jiwa, akan tetapi merupakan sifatnya jiwa yang selalu berubah-rubah. Jiwa yang mempunyai sifat berubah-rubah inilah, dinamakan Qalbun !! sedangkan jiwa yang selamat disebut Qalbun salim (selamat dari sifat yang berubah-rubah) - illa man atallaha biqalbin saliim - kecuali orang yang datang kepada Allah dengan hati yang selamat. (QS. Asy Syura: 89)

An nafs (jiwa ) memiliki alat-alat, Pikiran, Perasaan, Intuisi, Emosi, dan Akal. Sedangkan An Nafs (fisik ) memiliki alat-alat : Penglihatan ( mata ), Pendengaran (telinga), Perasa (lidah), Peraba, Penciuman (hidung).

Selanjutnya saya akan menguraikan kitab Barnabas berikut ini :

"…kemudian berkata Yesus, demi Allah pada hadirat-Nya Rohku berdiri, banyak yang sudah tertipu mengenai kehidupan kita. Karena demikian saling merapatnya antara Roh dan perasaan telah berhubungan bersama, hingga sebagian besar manusia mengiakan Roh dan perasaan itu menjadi satu dan hal yang sama, hanya terbaginya dalam penugasan sedangkan tidak dalam wujud, menyebutkannya sensitive (rasa perasaan), vegetative (tubuh yang tumbuh) dan intellectual soul (Roh berfikir, cerdas akal). Tetapi sungguh aku katakan kepadamu, roh itu adalah satu, yang berfikir dan hidup. Orang-orang dungu, dimanakah akan mereka dapatkan roh akal tanpa kehidupan ? tentulah keadaan ketidak sadaran, apabila rasa perasaan meninggalkannya." Thaddeaus menjawab, "O Guru, apabila rasa perasaan ( sense) meniggalkan kehidupan (life) seorang manusia tidak mempunyai kehidupan."

Ayat diatas menjelaskan banyak orang tertipu mengenai kehidupan, sesungguhnya Roh itulah yang menyebabkan orang itu hidup dan berfikir dan memiliki perasaan (sense), tubuh yang bergerak dan tumbuh, berfikir dan berakal. Semuanya itu karena adanya Roh. Dan Thaddeaus menyimpulkan bahwa jika manusia tidak memiliki Roh maka tidak akan ada kehidupan pada dirinya. Berarti rasa (sense) intellectual soul merupakan intrument roh.

Kemudian pada pasal 123

Ketika semua duduk, Yesus berkata lagi, ALLAH kita untuk memperlihatkan kepada makhluk-makhluk-Nya kasih sayang-Nya dan rahmat serta Maha Kuasa-Nya, dengan Maha pemurah dn Maha Adil-Nya, membuat sesunan dari empat hal berlawanan yang satu dengan yang lain, lalu menyatukannya dalam suatu tujuan ahkir, itulah manusia dan ini adalah tanah, udara, air dan api. Supaya tiap-tiap satu sama lain menenangkan pertentangannya. Dan dari empat benda ini, dia menjadikan sebuah kendi (bejana) itulah tubuh manusia, daging, tulang-tulang, darah, sum-sum dan kulit dengan saraf-saraf dan pembuluh-pembuluh darah, dan dengan semua bagian-bagian dalamnya; dalam tempat itu Allah meletakkan ROH dan rasa perasaan, laksana dua tangan dari hidup ini. Memberikan tempat kepada rasa perasaan pada setiap bagian tubuh untuk itu menebarkan dirinya disana seperti minyak. Dan kepada Roh, dia memberikan untuk tempatnya hati, yang bersatu dengan perasaan, dialah akan menerima seluruh kehidupan itu.

Ayat ini menerangkan penciptaan manusia seperti terdapat di dalam Al qur'an surat Al Hijir 28-29 , sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya dan telah meniupkan kedalamnya Roh-Ku , maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud ,

Surat Al mukminun: 12 , berasal dari ekstrak tanah

Surat Al hajj : 5, manusia dari turab (berupa debu)

Surat Ar Rahman : 14 , dari tanah liat yang kering seperti tembikar.

Pasal 179, dikatakan Roh itu bersifat universal dan besarnya 1000 kali lebih besar dari seluruh bumi.

Sebenarnya pasal ini hampir sama dengan keterangan saya pada bab hakikat manusia, bahwa jiwa adalah bersifat sangat luas dengan identitas dirinya yang dipanggil sebagai feminin karena sifatnya yang universal - Ya Ayyatun nafsul muthmainnah - wahai jiwa yang tenang. Penggunakan Ya nida'(Ayyatuha) atas jiwa sebenarnya biasa digunakan untuk memanggil wanita, juga untuk panggilan (nida') sesuatu yang sangat luas berdasarkan dalil kullu jam'in muannatsin - sesuatu yang bersifat universal atau luas disebut muannats (feminin). Misalnya, jannatun (syurga), samawat (langit), Al Ardh (bumi), Al jamiat (universitas / universal).

Hampir jarang orang menyadari akan dirinya sebenarnya sangat luas, akan tetapi kesadaran ini telah lama menyesatkan fikiran kita yang menganggap bahwa diri kita sebatas apa yang tergambar secara kasat mata saja, padahal lebih dari yang ia bayangkan, bahwa manusia baik logam, tumbuhan dan gunung adalah sebetulnya terdiri dari suatu untaian kejadian-kejadian atau proses. Dimana segala alam lahir ini tersusun oleh senyawa-senyawa kimiawi yang dinamai zarrah (atom). Dan atom-atom ini dalam analisa terakhir adalah satu unit tenaga listrik, yang energi positifnya (proton) berjumlah sebanyak energi negatifnya (electron) di dalam atom ini - setiap detik terjadi loncatan dan pancaran (chark and spark) secara terus menerus. itulah semburan-semburan yang tidak ada hentinya dari daya listrik. Manusia tidak mampu melihat semburan atau loncatan yang tidak putus-putus dengan kecepatan yang sangat luar biasa ini dengan kasat mata biasa, kecuali dengan kesadaran ilmu yang cukup - sebagaimana Al qur'an mengungkapkan tentang gunung yang dianggap oleh orang awam seperti diam tak bergerak :

"Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap ditempatnya, padahal ia berjalan sebagaimana jalannya awam." (QS. An Naml:88)

Secara fisik ,manusia bersifat luas dan rohani meliputi keluasan alam semesta.

Demikian yang saya tahu, mudah-mudahan bahasa Jawa lebih memungkinkan memuat makna bahasa Arab yang tinggi nilai balaghahnya.


PDF Cetak E-mail
Ditulis Oleh Administrator

Yang namanya pengajian seharusnya pelajarannya tidak itu-itu saja. Dari judulnya saja sudah bertentangan dengan isinya yaitu PENGKAJIAN dimasyarakatkan menjadi pengajian. Makna ini sebenarnya dari etos belajar yang digagas oleh Alqur'an, yaitu mengkaji, meneliti, menganalisa, dan memperhatikan peristiwa-peristiwa / fenomena alam maupun dirinya sendiri, akan tetapi jika kita mendengar judul pengajian, pikiran kita pasti tertuju dengan suasana riungan jamaah dengan membawa buku kecil membaca shalawat, membaca Yasin dan membaca syair Al barzanji, lalu di isi dengan ceramah monolog.

Saya pernah menghayalkan begini, seandainya ibu-ibu atau nenek-nenek itu di ajak mengaji dengan tema-tema seperti di kampus-kampus dan seminar-seminar, lokakarya dll. - alangkah senangnya kita melihat nenek-nenek muslimah siang-siang berdiskusi membahas masalah sosiologi, psikologi, pendidikan anak, langkah-langkah membenahi ekonomi keluarga disamping menggali makna Alqur'an dan Al hadist - mungkin akan lebih bermanfaat untuk generasi Islam.

Selama ini pengajian dilingkungan kita identik dengan shalawatan, Yasinan, barzanjian, dan mengulang-ulang acara itu menjadi bacaan wajib dan acara resmi perkawinan serta khitanan maupun kematian. Bukannya saya tidak setuju dengan perkumpulan jamaah tersebut, akan tetapi saya hanya tidak setuju dengan pelajaran yang tidak pernah berubah sejak sekian ratus tahun yang lalu, sehingga masyarakat Islam tidak berkembang karena tidak pernah diajak mengerti dengan apa yang sedang dilakukan atau dikaji. Mungkin pendapat saya ini akan banyak ditentang oleh mereka, karena selama ini mereka telah terlanjur mengikuti guru-guru sejak nenek moyang dahulu, tidak bisa diganggu gugat. Sehingga saya tidak bisa berbuat apa-apa terhadap mereka, kecuali hanya diam sambil membenahi generasi selanjutnya….

Pada umumnya pengajian selalu membahas masalah-masalah akhirat seperti siksa neraka dan kenikmatan di syurga, atau berkisar persoalan fikih, seperti tata cara shalat dan bacaannya, masalah haji, puasa, dan tuntutan-tuntutan kewajiban yang lainnya. Terkadang terkesan islam itu jauh dan terpisah dari masalah kehidupan perdagangan secara praktis, masalah pertanian seperti bercocok tanam, pemupukan, cara mencegah hama wereng dan ulat penggerek, serta memandu pengusaha kecil serta memanfaatkan system zakat yang bersifat kerakyatan didalam mengentas kemiskinan dll. Karena itu dianggap bukan urusan agama, sehingga ketika disebut kantor KUA (Kantor Urusan Agama) pikiran anda langsung membayangkan kalau menikah dan bercerai berurusan dengan kantor ini.

Saya sangat setuju jika pengajian sekarang bertema "selamat datang para peserta pengkajian (pengajian) agrobisnis dan problematikanya", "Peranan orang tua terhadap anak", "Cara beternak Ikan hias Tawar", "Olah nafas dan manfaatnya bagi kesehatan". Di tulis diatas kain panjang empat meter kali delapan puluh sentimeter, di pasang di depan Masjid kita

Mungkin tema-tema diatas agak aneh bagi orang yang tidak mengerti maksud saya ini, pengajian kok membahas masalah agrobisnis, masalah ikan hias ! Pikiran seperti ini seharusnya kita luruskan agar Islam tidak menjadi rancu dan sempit. Orang-orang islam akan mendapatkan manfaatnya dari kajian Alqur'an, yang di peruntukkan semua ummat baik orang islam maupun bukan islam.

Pengkajian berasal dari makna Alqur'an yang memotifasi orang-orang beriman untuk belajar dan meneliti apa-apa yang dilihat pada alam ini misalnya tanaman, tanah tandus, onta, angkasa, bintang, atom ( dzarrah) bulan, laut, ikan dll. seperti dalam firman Allah :

"Katakanlah (hai Muhammad) perhatikan dengan intidhzar apa-apa yang ada dilangit dan di bumi." (QS. Yunus: 101)

"Maka apakah mereka tidak melakuan intidhzar dan memperhatikan onta, bagaimana ia diciptakan. Dan langit bagaimana di tinggikan. Dan gunung-gunug bagaimana mereka di dirikan. Dan bumi bagaimana dibentangkan, maka berilah peringatan karena engkaulah pemberi peringatan." (QS. Al Ghasyiyah: 17-20)

"Dia menumbuhkan bagimu, dengan air hujan itu, tanaman zaitun, korma, anggur dan segalam macam buah-buahan. Sesungguhnya yang demikian itu merupakan ayat-ayat Allah bagi orang-orang yang berfikir." (QS. An Nahl : 12)

Intidhzar berasal dari kata nadhzara, artinya melihat atau memperhatikan. kemudian akrab dengan makna sifatnya yaitu mengkajian, penelitian. Alangkah dangkalnya kata kajian berubah menjadi membaca syair dan mengulang-ulang bacaan Yasin yang tidak memberikan kedalaman makna Ayat tersebut secara langsung kepada masyarakat yang bersifat luas. Akan tetapi jika kita menganalisa dan meneliti apa-apa yang terjadi pada diri kita maupun terhadap alam, maka akan dirasakan manfaatnya secara langsung oleh semua kalangan baik orang-orang muslim maupun orang-orang di luar muslim, karena Alqur'an bersifat Universal. Dan kandungan Alqur'an hampir tujuh puluh persen menceritakan tentang fenomena alam baik alam manusia alam jin alam malaikat, sisanya mengenai sejarah perbakala, perjuangan, tata hukum negara, dll

Kalau saya ambil satu contoh ayat yang menjelaskan bahwa Allah menumbuhkan pohon korma, tanaman zaitun, anggur dan segala macam buah-buahan. Dikatakan yang demikian itu merupakan kekuasaan Allah dan lebih tegas lagi Allah menyebutnya bahwa alam semesta merupakan ayat-ayat Allah yang tidak tertulis (kauniyah) berarti alam ini adalah firman Allah dan bersifat pasti (eksakta), dan Allah menunjukkan kepada kita agar dipikirkan dan di analisa untuk mengembangkan dan memelihara dengan ilmunya yang sudah dikandung di dalam hukum tanaman tersebut. Sebab Allah menciptakan tanaman sekaligus dengan manualnya sebagai petunjuk bagi si peneliti di dalam memahami karakter tanaman dan kemauan serta komposisi kimiawi yang di inginkannya agar tanaman itu bisa berkembang dengan baik dan berbuah lebat.

Semakin kita perhatikan dengan teliti, tanaman itu akan memberikan petunjuk akan dirinya kepada kita segala rahasia kandungan zat yang bermanfaat, kemudian kita teliti dari segi keindahan dan tekstur batang tanaman serta dedaunan yang hijau membuat kita tertarik untuk meletakkan dihalaman rumah dan di dalam ruangan agar kesegaran udara tercipta, karena zat asam yang tidak kita butuhkan di serap oleh daun-daun tanaman tersebut. Ketika kita melihat indahnya dan ranumnya buah yang dihasilkan tanaman tersebut, kita akan tergelitik untuk menawarkan kepada tetangga untuk mencicipi rasa buah itu, kemudian berkembang menjadi timbal balik dengan cara membelinya. Terjadilah peristiwa jual dan beli yang disebut perdagangan.

Dari proses berfikir dan memperhatikan inilah muncul ahli bio kimia, ahli ekonomi, ahli seni, setelah memperhatikan kebutuhan unsur-unsur hara yang di inginkan tanaman tersebut. Dilihat dari segi keindahan, sang pelukis dan ahli interior melihat objek secara langsung apa yang dilihatnya - dimanfaatkannya untuk karya seninya yang indah. Demikian seterusnya sehingga Islam menjadi berkembang dan besar seperti pada masa keemasannya di mulai tahun 900 sampai tahun 1100 M. Namun akhirnya Islam menjadi mundur akibat tidak ada lagi halaqah-halaqah pengkajian yang menyajikan kandungan Alqur'an serta akibat peperangan yang berkecamuk lama dan konflik antara madzhab-madzhab yang ada masa itu.

Halaqah-halaqah ini sampai sekarang masih semarak bahkan di kampung-kampung, di kantor-kantor, di televisi di radio - serentak begitu hebatnya dan tidak ada bosan-bosannya - karena dorongan belajar yang tinggi dan berpahala jika mendengarkan ilmu yang di sajikan oleh para ustadz atau kiyai. Akan tetapi malang bagi ummat, setiap pengajaran ilmu-ilmu yang disajikan, tidak terlintas ajaran meneliti dan memperhatikan serta menganalisa setiap peristiwa. Kecuali hanya mempersoalkan furu'yah yang tidak habis-habisnya.

Saya setuju dengan apa yang dilakukan oleh Prof. Hembing, karena beliau adalah salah satu orang yang meneliti tanaman untuk pengobatan. Saya kira sangat baik kalau di dalam pengajian di lingkungan kita, beliau di undang untuk berceramah mengenai bidangnya. Karena beliau telah mengamalkan ayat Alqur'an secara langsung dan bisa dibuktikan manfaatnya. Dari pada kita membaca Alqur'an yang tidak mengerti artinya sehingga masyarakat kita menjadi buta dan terbelakang. Atau kita undang Profesor Dadang Hawari untuk membicarakan mengenai kenakalan remaja, masalah narkotik, bahayanya terhadap mental. Karena beliau termasuk orang yang telah membuktikan kebenaran Alqur'an masalah zat adiktif yang merusak jaringan otak manusia serta dampaknya terhadap generasi muda. Mengapa pengajian kita hanya di isi oleh orang yang tidak perpengetahuan masalah kandungan Alqur'an.

Mudah-mudahan diantara kita tidak terjadi salah faham karena pendapat saya ini

Dan menjadi renungan masa akan datang untuk anak-anak kita, untuk dikenalkan dengan bahasa Alqur'an yang bersifat memotivasi ummat untuk belajar dan meneliti lingkungan di sekitar kita.

Ontologi Ilmu PDF Cetak E-mail
Ditulis Oleh Administrator

Saya akan membahas alasan-alasan saya mengenai ilmu tafsir dan cara memahami ayat-ayat Alqur'an di dalam mengambil keterangan sebagai sandaran ilmu/referensi.

Bantahan saya atas tuduhan mengajarkan ilmu klenik dan mistik perdukunan, merupakan interaksi saya terhadap jamaah yang mengalami peristiwa yang mereka rasakan dan lihat, baik dalam dirinya maupun yang terjadi terhadap orang lain. Yakni, peristiwa yang sedang terjadi namun berupa sesuatu yang belum terjamah oleh kaum ilmuwan, seperti kejadian sihir, mayat hilang, badan menjadi lebih dari satu, rohani menembus alam-alam ghaib, serta berbagai fenomena psikokinetik, hipnotisme, telepati, magentisme, dan sensasi keimanan seperti kekhusyu'an, dll.

Walaupun kejadian-kejadian dan fenomena-fenomena tersebut belum terjamah oleh ilmu pengetahuan modern, pada kenyataannya semua itu ada dalam kehidupan masyarakat dunia Timur maupun Barat, dan diakui keberadaanya oleh agama - termasuk agama-agama di luar Islam. Di kalangan jamaah dzikrullah saya sekedar mediator yang menanggapi tentang permasalahan yang mereka hadapi, untuk kemudian (mencoba) memberikan masukan data-data mengenai hal itu kepada mereka. Jawaban dan tanggapan yang saya berikan senantiasa mendasarkan kepada pengalaman, analisa dan data konkret yang ada pada naskah-naskah spiritual.- seperti naskah Ihya (Al Ghazali), Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim (tentang Roh), yang telah diakui oleh (hampir) seluruh kalangan ulama sampai sekarang.

Baiklah, saya akan menarik ke belakangan dulu, dengan membicarakan terlebih dahulu apa yang menjadi dasar orang berfikir sehingga menghasilkah sebuah ilmu pengetahuan. Hal ini yang akan kita pakai sebagai acuan dalam berfikir dan memperbandingkan cara pemikiran umum dan agama. Karena berfikir melalui otak berbeda dengan berfikir melalui rasa atau intuisi (hati/jiwa), yang di kalangan scientic tidak dimasukkan sebagai sumber analisa. Padahal dikatakan oleh Alquran, "memang hati mereka telah kami tutup hingga mereka tidak dapat memahaminya …" (QS Al Kahfi: 57). Menurut saya, jelas sekali ayat ini mengatakan bahwa yang difahamkan itu hatinya, bukan pikirannya (otaknya ).

Marilah kita mulai dengan membahas mengenai "ilmu pengetahuan" (selanjutnya saya sebut ilmu saja). Apakah yang sebenarnya ingin diketahui oleh ilmu? Atau dengan perkataan lain, apakah yang menjadi bidang telaah ilmu? Bidang lain, seperti agama umpamanya, memasukkan ke dalam ruang lingkup pengkajiannya hal-hal yang berada di luar jangkauan pengalaman manusia: apa yang terjadi sesudah manusia meninggal dunia. Padahal, sampai sejauh ini tak pernah ada seorang pun yang pulang kembali dari lubang kubur untuk menceritakan pengalamannya. Artinya, "pengalaman
meninggal dunia" secara sederhana dapat kita katakan sebagai sesuatu yang berada di luar jangkauan pengalaman manusia. Lalu bagaimana agama bisa dengan begitu "gamblang" membahas mengenai "segala-sesuatu setelah kematian"?

Sementara itu, sesuatu yang terjangkau oleh fitrah pengalaman manusia disebut empiris, yakni fakta yang dapat dialami langsung oleh manusia dengan
mempergunakan panca inderanya. Ruang lingkup kemampuan panca indera manusia dan peralatan yang dikembangkan sebagai pembantu panca indera tersebut membentuk apa yang dikenal dengan dunia empiris. Berlainan dengan agama, atau bentuk-bentuk pengetahuan dunia ghaib lainnya, maka ilmu membatasi diri hanya kepada kejadian yang bersifat empiris ini.

Obyek penelaahan ilmu mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh panca indera manusia. Dalam batas-batas tersebut maka ilmu mempelajari obyek-obyek empiris saja, seperti batu-batuan, bintang, tumbuh-tumbuhan, hewan atau manusia itu sendiri. Ilmu mempelajari berbagai gejala dan peristiwa yang menurut anggapannya mempunyai manfaat bagi kehidupan manusia. Berdasarkan obyek yang ditelaahnya maka ilmu dapat
disebut sebagai "suatu pengetahuan empiris, di mana obyek-obyek yang berada di luar jangkauan manusia tidak termasuk ke dalam bidang penelaahan keilmuan tersebut". Inilah yang merupakan salah satu ciri ilmu, yakni, orientasi terhadap dunia empiris.

Sebagai sesama muslim, mari kita kaitkan konteks dasar sebuah ilmu dengan sumber dari segala sumber rujukan kaum muslimin, yakni, Alquran. Pada galibnya, dunia empirisme hanyalah sebagian kecil dari pengetahuan Alquran yang sudah dipelajari oleh sebagian manusia. Penyebabnya karena memang panca indera dan peralatan pembantunya hanya mampu mengamati barang yang empiris (nyata, dhahir), dan tidak mampu menangkap apa itu
intuisi, rasa, cinta, kasih sayang, apalagi fenomena ghaib seperti malaikat, jin, jiwa manusia, terlebih-lebih Tuhan. Dunia empiris lebih menonjolkan
rasionalitas, proses berpikir, otak, dan (hampir) selalu menafikan hal-hal yang bersifat intuitif, rasa, dan sejenisnya. Bahkan, banyak ilmuwan yang "membunuh rasanya sendiri", misalnya dengan menganggap orang yang mengetahui kasyaf (intuisi) sebagai perbuatan klenik.

Pernyataan atau tuduhan seperti ini bisa saya maklumi karena alat-alat yang difungsikan oleh ilmuwan seperti itu kurang satu, yaitu, rohani, emosi jiwa. Padahal, emosi jiwa (ternyata) lebih cerdas daripada pikiran (otak) - sekarang mulai mendapat pengakuan, seiring dengan munculnya istilah "kecerdasan jiwa". Kenapa? Sebab pikiran sudah dibelenggu oleh batasan aturan berfikir, tidak semerdeka orang yang menggunakan alat rohani yang tinggi. Contoh "belenggu pikiran" adalah adanya dimensi ruang dan waktu. Tentu otak, yang sudah dibelenggu oleh pola seperti itu, sulit menerima
cerita bahwa seorang kiai di Jawa Timur, bisa dalam hitungan menit masuk ke kamar dan begitu keluar membawa buah kurma yang masih segar - lengkap dengan tangkai dan daunnya yang masih meneteskan getah. Tentu otak akan mengatakan bahwa di belakang kamar ada pohon kurma, atau kalau kemudian tak diketemukan pohon kurma si rasional, akan mengatakan klenik, sihir, dan sebagainya.

Contoh yang lain adalah Umar bin Khattab, orang yang memiliki ilmu mukasyafah, yang mampu melihat kejadian akan datang, sehingga oleh Rasululah SAW disebut Al Muhaddatsun. "Di antara umat-umat sebelum kalian telah ada muhaddatsun. Kalaupun ada seorang di antara umatku yang seperti itu maka dialah Umar bin Khattab. (Muttafaqun alaihi/shahih). Bagaimanakah penjelasannya secara rasional? Tentu para rasionalis akan sulit
menerima fakta semacam itu, ya karena pola pikirnya sudah terbelenggu oleh tuntutan empirik. Akibat kungkungan pola pikir yang selalu menuntut penjelasan hukum sebab-akibat, penjelasan rasional, bukti-bukti, itu tak jarang para ilmuwan kurang memahami (untuk tak mengatakan buta) atas pengetahuan ini.

Pada hemat saya, para ilmuwan yang seharusnya lebih berfikir universal tidak selayaknya menganggap sebuah peristiwa ataupun fenomena kejiwaan itu adalah klenik bahkan mistik. Akan lebih bijaksana kalau mereka menyatakan sebagai sesuatu yang "belum bisa dibuktikan secara ilmiah" ketimbang langsung menuduh sebagai klenik dan mistik. Bukankah dahulu ledakan petir dianggap orang sebagai sebuah peristiwa sakral yang dikaitkan dengan mitos dewa-dewa? Lalu kenapa setelah Thomas Alfa Edison mengungkapkannya secara rasional manusia malah menjadikannya sebagai sesuatu yang
bermanfaat? Yakni, menjadikan dunia terang benderang oleh cahaya lampu yang terbuat dari bola kaca dan di dalamnya terdapat serat karbon.

Mari kita bahas mengenai bola-bola kaca "bersinar" yang dipasang di rumah-rumah tersebut. Bola-bola kaca itu dihubungkan oleh kawat-kawat yang disembunyikan, sehingga orang tak mengetahui bahwa bola-bola kaca itu telah membentuk rangkaian listrik yang kemudian dihubungkan dengan satu tombol listrik. Kalau Edison tidak dapat menjelaskan cara bekerjanya rangkaian listrik yang membuat bola-bola kaca itu bercahaya, bisa dipastikan dia dianggap sebagai tukang sihir. Tetapi karena dia dapat menjelaskan cara kerja rangkaian listrik tersebut melalui penjelasan yang dapat dimengerti oleh akal sehat - kendati bentuk elektronen itu tidak tampak mata (ghaib) -maka status dia bukan sebagai tukang sihir melainkan seorang ilmuwan yang dengan usaha akalnya dapat menemukan cara lampu listrik menyala.

"Hanya" karena yang tadinya dianggap klenik dan ajaib itu ternyata sebuah peristiwa loncatan listrik yang bisa dijelaskan secara rasional, kini semua itu tak lagi dianggap ghaib. Mengapa Anda menutup kemungkinan-kemungkinan bahwa sesuatu yang (sekarang masih) dianggap ghaib ternyata sesuatu yang nyata? Bukankah di dalam Alquran begitu banyak rahasia-rahasia ilmu itu yang belum terungkap? Fenomena Jin Ifrid membawa singgasana Ratu Bilqis dalam sekejap dan hamba Allah yang alim melebihi kecepatan Jin tersebut dalam hal ini (QS Al Ankabut: 39-40). Bukankah rahasia Mi'raj juga merupakan renungan kita semua? Kalau dasar ontology ilmu yang Anda gunakan hanya menggunakan lima alat (panca indera) saja untuk meneliti, bagaimana Anda akan memahami yang lebih jauh dari sekedar pengetahuan bersifat fisik/kasat mata? Mengapa hal itu tidak Anda jadikan sebagai sebuah inspirasi untuk meneliti seperti apa yang dilakukan Sigmund Freud (tentang jiwa), Thomas Alfa Edison, Ibnu Sina (kedokteran), Al Farabi, dan seterusnya?.

Kalau Anda sudah keburu sinis terhadap fenomena atau peristiwa yang terjadi, bagaimana Anda akan bisa menjadi ilmuwan yang sejati? Sebagai seorang mahasiswa S3 di bidang science engineering saya anjurkan Anda memiliki watak universal, mulai membuka cakrawala berpikir, dan jangan membelenggu pikiran Anda dengan batasan-batasan yang dibuat sendiri. Seorang peneliti mestinya bukanlah orang yang takut terhadap kejadian atau fenomena yang terjadi pada alam walaupun itu sambaran petir sebesar rumah dan suaranya mengguntur bagaikan suara raksasa. Justru jiwa universal akan tergugah untuk mengamati apa sebenarnya yang terjadi dan dari mana asal kejadian itu.

Coba tempatkan diri Anda pada ribuan tahun yang lalu, seolah-olah Anda hidup di zaman Razulullah SAW. Apa komentar Anda jika ketika itu Anda melihat sebuah robot yang digerakkan secara elektronis melalui remote control (sesuatu yang saat ini, dengan S3 science engineering Anda, bisa Anda buat). Mungkinkah Anda langsung mengatakan bahwa itu hanya peristiwa listrik yang dipadu dengan peristiwa mekanik, digerakkan oleh motor, dan seterusnya? Tidakkah Anda akan terbengong-bengong, takjub, dan menyatakannya sebagai sihir, klenik, mistik, digerakkan oleh jin, dan sebagainya? Lalu kenapa sekarang robot tersebut sebagai sesuatu yang biasa, tidak aneh, dan dapat dijelaskan secara ilmiah? Itulah perkembangan berpikir, itulah sebuah bukti relativitas kesimpulan dalam sebuah ilmu pengetahuan (akan saya jelaskan di bawah).

Islam sendiri telah mengajarkan filsafat ilmu yang menghendaki agar umatnya menjadi peneliti (intidzar) terhadap berbagai fenomena alam maupun fenomena yang dikandung dalam dirinya (manusia). Hal itu terungkap dalam firman Allah: "Katakanlah (hai Muhammad) perhatikanlah dengan intidzar apa-apa yang ada di langit dan di bumi." (QS Yunus: 101). Lalu dilanjutkan dalam QS Adz Dzariyaat 21: "dan (juga) pada dirimu sendiri, maka apakah kamu tiada memperhatikan?"

Ciri khas nyata dari ilmu pengetahuan yang tidak dapat diingkari - meskipun oleh para ilmuwan - adalah bahwa ia tidak mengenal kata "kekal". Apa yang dianggap salah di masa silam misalnya, dapat diakui kebenarnnya di abad modern. Pandangan terhadap persoalan-persoalan ilmiah silih berganti, bukan saja dalam lapangan pembahasan satu ilmu saja, tetapi terutama juga dalam teori-teori setiap cabang ilmu pengetahuan. Dahulu, misalnya, segala sesuatu diterangkan dalam konsep material sampai-sampai manusia hendak dikategori-kan dalam konsep tersebut. Sekarang kita dapati psikologi yang membahas mengenai jiwa, budi dan semangat, telah mengambil tempat tersendiri dan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Dahulu persoalan moral tak mendapat perhatian ilmuwan, tetapi kini penggunaan senjata-senjata nuklir, misalnya tidak dapat
dilepaskan dari persoalan tersebut. Mereka tidak mengabaikan moral dalam penggunaan senjata nuklir yang merupakan hasil dari kemajuan ilmu ;pengetahuan.

Teori-teori ilmiah bermunculan juga silih-berganti. Yang dahulu dianggap pasti, bisa jadi sekarang ini hanya dinilai sebagai ikhtisar dari pukul rata
statistik. Teori bumi datar yang merupakan satu hukum aksioma di satu masa, misalnya, dibatalkan oleh teori bumi bulat yang kemudian dibatalkan pula oleh teori lonjong seperti lonjongnya telur. Mungkin tidak sedikit orang yang yakin bahwa pertimbangan-pertimbangan logika atau ilmiah - terutama menurut ilmu pasti - adalah benar, namun (kemudian) kenyataannya belum tentu demikian. Salah satu sebab dari kesalahan (baca: ketidakpastian dalam ilmu pasti) ini adalah kerena titik tolak dari pemikiran manusia dalam bidang ilmiah semata-mata berdasarkan panca indera atau perasaan umum. Perasaan umumlah yang, misalnya, menyatakan bahwa sepotong baja adalah padat (pejal), padahal sinar ultraviolet memperlihatkan bahwa ia berpori-pori.

Karenanya tak heran kalau Imam Al Ghazali pada suatu masa hidupnya tidak mempercayai indera. Beliau menulis dalam kitabnya Al Munqidz min Al Dhalal:


"Bagaimana kita dapat mempercayai panca indera, di mana mata merupakan indera terkuat, sedangkan bila ia melihat ke satu bayangan dilihatnya berhenti tak bergerak sehingga dikatakanlah bahwa bayangan tak bergerak. Tetapi dengan pengalaman dan pandangan mata, setelah beberapa saat, diketahui bahwa bayangan tadi dikatakan tak bergerak sebenarnya bergerak - hanya bukan disebabkan pergerakan spontan tetapi sedikit demi sedikit sehingga ia sebenarnya tak pernah berhenti. Begitu juga mata memandang kepada bintang, ia melihatnya kecil bagaikan lampu lilin yang berkedip-kedip, akan tetapi alat membuktikan bahwa bintang lebih besar dari pada bumi."

Segala undang-undang ilmiah yang diketahui hanya menyatakan saling bergantinya psychological state (keadaan-keadaan jiwa) yang ditentukan pada diri kita oleh sebab-sebab tertentu. Ini menunjukkan bahwa segala undang-undang ilmiah pada hakikatnya relatif dan subyektif. Dari sini jelas bahwa ilmu pengetahuan hanya melihat dan menilik, bukan menetapkan. Ia melukiskan fakta-fakta, objek-objek dan fenomena-fenomena yang dilihat dengan mata seorang ilmuwan yang mempunyai sifat pelupa, keliru, dan ataupun tidak mengetahui. Karenanya jelas pulalah bahwa apa yang dikatakan orang sebagai sesuatu yang benar (kebenaran ilmiah) sebenarnya hanya merupakan suatu hal yang relatif dan mengandung arti yang sangat terbatas sehingga secara otomatis tafsir atau ta'wilnya akan berubah menurut perkembangan ilmu pengetahuan. Akan tetapi lafadz-lafadz Alqu'an tetap
abadi -- walaupun makna setiap orang dan zaman akan berbeda .

Setiap muslim termasuk saya, dapat mengeluarkan pendapatnya mengenai ayat-ayat Alqur'an, dengan memenuhi syarat yang dibutuhkan. Sebagai muslim saya memahami Alqur'an, karena ayat-ayatnya tidak diturunkan hanya untuk orang-orang Arab dan di zaman Rasulullah SAW dahulu saja, juga bukan dikhususkan untuk mereka yang hidup di abad ini. Mereka semua diajak berdialog oleh Alqur'an, diperintahkan untuk memikirkan isi Alqur'an sesuai dengan akal pikiran mereka. Akan tetapi cara penggunaannya berbeda antara seseorang dengan lainnya yang disebabkan oleh perbedaan mereka sendiri baik dari sisi latar belakang pendidikan, pelajaran, kebudayaan, maupun pengalaman-pengalaman yang dialami selama hidupnya.

Tetapi berfikir secara kontemporer tidak berarti menafsirkan Alqur'an sesuai dengan teori-teori ilmiah atau penemuan-penemuan baru. Kita dapat menggunakan pendapat para ulama, cendekiawan, hasil percobaan dan pengalaman para ilmuwan, mengasah otak dalam membantu mengadakan ta'ammul dan tadabbur dalam membantu memahami arti ayat-ayat Alqu'an tanpa mempercayai setiap hipotesis atau pandangannya. Setiap ayat bisa dipahami berbeda pada setiap zaman dan perorangan, karena latar belakang pengalaman dan ilmu serta budaya. Seperti kata turab pada surat Al Hajj: 5, arti lafadznya adalah debu, bagi umat zaman itu (zaman Rasulullah SAW) debu adalah debu seperti yang kita lihat sekarang di jalanan itu. Akan tetapi makna itu berubah menjadi lain, manakala manusia mulai mengenal data ilmu pengetahu-an lebih dari sebelumnya: ternyata debu yang pada masa itu itu hanyalah bentuk sesuatu benda bersifat seperti debu (bubuk) bagi pikiran orang sekarang debu itu maksudnya adalah zat renik.

Demikian juga dengan firman Allah, "Dia menciptakan manusia dari tanah liat yang kering seperti tembikar" (QS Ar Rahman:14). Kalau melihat arti sebenarnya bagi orang dahulu bisa jadi manusia itu benar-benar terbuat dari tembikar seperti patung tembikar dari Pleret, kemudian di beri ruh. Itupun tidak disalahkan karena memang pengetahuan masa itu sampai di situ, tetapi tidak mengubah lafadz Alqur'an. Biarkan lafadz itu bercerita kepada siapa saja yang membacanya dan pengertiannya tergantung ilham itu turun melalui jiwanya.

Ada pula lafadz: "Manusia diciptakan dari air yang memancar." Air ya air, benda yang berbentuk cair, bahwa itu disebut "air yang memancar", pada zaman itu mereka tetap hanya membayangkan sebagai air. Bandingkan dengan masa kita sekarang, di mana pengertian "air yang memancar" langsung mengarahkan kita kepada bayangan mengenai air mani lengkap dengan spermatozoanya. Juga pada arti zarrah - maksudnya adalah benda yang sangat kecil. Mufassir masa itu memberikan pengertian terhadap benda terkecil adalah biji sawi, karena yang diketahui tentang benda terkecil itu adalah biji sawi, berbeda dengan pengetahuan masa sekarang benda terkecil masa sekarang ditemukan adalah atom - di mana mungkin juga bisa berubah lagi di masa mendatang sesuai perkembangan ilmu pengetahuan.Namun demikian, kendati pengertian zarrah senantiasa berubah sesuai perkembangan pengetahuan manusia namun maknanya tetap sama: benda terkecil. Begitulah terus-menerus sehingga Islam disebut agama sepanjang zaman dan kekal.

Perlu kiranya dipertimbangkan tentang perkembangan arti dari suatu kata. Sebab ketika mendengar atau mengucapkan suatu kata yang tergambar dalam benak kita adalah bentuk material atau yang berhubungan dengan materinya. Namun, di lain segi, bentuk materi tadi dapat mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan ilmu pengetahuan. Sebagai contoh, kata "lampu". Bagi masyarakat tertentu lampu berarti suatu alat penerang yang terdiri dari wadah yang berisi minyak dan sumbu yang dinyalakan dengan api. Namun apa yang tergambar dalam benak kita dewasa ini tentang gambaran material tersebut telah berubah. Yang tergambar dalam benak kita kini adalah bohlam (bola lampu listrik).

Inilah yang dikatakan bahwa Alqu'an berbicara kepada siapa saja dari zaman ke zaman dan.bersifat universal. Apa jadinya kalau kita harus mengikuti tafsiran orang-orang masa lalu yang pengetahuannya sampai di situ sehingga pikiran dan pengetahuan tentang makna sesuatu tidak berkembang seperti apa yang telah saya uraikan di atas. Bisa jadi Alqur'an menjadi kitab usang dan mati, astaghfirullah. Adapun jika pandangan saya terhadap sesuatu itu berubah, hal itu tidak mengubah kata-kata firman (lafadz Alqur'an). Yang berubah itu makna setiap orang tentang anggapan kata yang dimaksud secara dimensional.

Baiklah, kini saya akan mengantar Anda untuk memahami Alqur'an agar Anda tidak salah faham terhadap pandangan saya mengenai memaknai ayat-ayat.

Kita harus bisa membedakan antara tafsir dan ta'wil. Menurut Shahibut Taujih, Thahir Al Jazairi: tafsir, pada hakikatnya ialah mensyarahkan lafadz yang sukar difahamkan oleh pendengar dengan uraian yang menjelaskan maksud. Yang demikian itu adakalanya dengan menyebut muraddif (persamaan)-nya, atau yang mendekatinya, atau yang mempunyai petunjuk kepadanya melalui sesuatu jalan dalalah (petunjuk). Menurut Al Jurjany, tafsir pada asalnya ialah membuka dan melahirkan. Pada istilah syara' ialah mejelaskan makna ayat, urusannya, kisahnya dan sebab yang karenanya diturunkan ayat. Dengan lafadz yang menunjuk kepadanya secara langsung tafsir menghendaki keaslian maksud sesuai dengan sebab-sebab nuzulnya.

Sedangkan ta'wil ialah mengembalikan sesuatu kepada ghayah-nya, yakni menerangkan apa yang dimaksud dari padanya. Menurut As Said Al Jurjany, ta'wil ialah memalingkan lafadz dari makna yang dhahir kepada makna yang muhtamil (yang dikandung), apabila makna yang muhtamil itu tidak berlawanan dengan Alqur'an dan As Sunnah. Sementara itu Ar Raghib Al Asfahany menganggap bahwa tafsir lebih umum daripada ta'wil. Tafsir lebih dipakai mengenai kata-kata tunggal, sedang ta'wil lebih banyak dipakai dalam kaitan makna dan susunan kalimat. Tafsir menerangkan makna lafadz yang tidak menerima selain dari satu arti. Ta'wil menetapkan makna yang dikehendaki oleh sesuatu lafadz yang dapat menerima banyak makna, lantaran ada dalil-dalil yang menghendaki.

Dalam penjelasannya Al Maturidy menyatakan bahwa tafsir ialah menetapkan apa yang dikehendaki oleh ayat (lafadz) dan dengan sungguh-sungguh menetapkan: demikianlah yang dikehendaki Allah. Maka jika ada dalil yang membenarkan penetapan itu, dipandanglah sebagai tafsir yang shahih, sebaliknya kalau tidak dipandanglah sebagai tafsir yang berdasar fikiran yang tidak dibenarkan. Sementara ta'wil ialah mentarjihkan salah satu makna yang mungkin diterima oleh ayat (lafadz), yakni salah satu muhtamilat, dengan tidak meyakini bahwa demikianlah yang sungguh-sungguh dikehendaki Allah (mengakui makna sifat relatif - karena pengetahuan manusia berubah-rubah dan berbeda-beda setiap orang dan zaman).

Sebenarnya saya tidak menafsirkan Alqur'an didalam mendukung pendapat saya mengenai makna spiritual. Akan tetapi memahami secara ilmu atau mendekatkan analogi ilmu sebagai perbandingan sesuatu yang terjadi.

Kerohanian diannggap Mistik dan klenik ??

Saya akan menanggapi pernyataan Anda terhadap peristiwa yang dialami oleh rekan yang telah mengajukan pertanyaan terhadap saya mengenai shalat khusyu'. Anda menghendaki jalan syariat dan akidah yang benar, namun tidak ingin melihat fenomena kejiwaan orang yang khusyu', yaitu merasa bergetar hatinya lalu menangis, setelah itu perubahan yang di alaminya adalah kelembutan jiwanya, kehalusan rasanya, tidak ada kesombongan dalam hatinya, serta hatinya tak henti-hentinya menyebut nama Allah - bukan karena fikirannya akan tetapi mengalir melalui jiwanya.

Anda mengatakan shalat khusyu' harus ada ilmunya? Maaf, Anda keliru besar. Khusyu' itu sendiri bukanlah sebuah ilmu tetapi keadaan atau pengalaman, seperti iman dan taqwa. Karena ketakwaan dan keimanan serta kekhyu'an merupakan karunia dan bimbingan dari Allah, maka shalat khusyu' tidak termasuk dalam sebuah PERINTAH dan LARANGAN. Untuk memahami ini Anda harus mengerti uslub dalam Alqu'an agar tidak memandang sempit arti Islam.

Saya akan sebutkan contoh, misalnya begini, Anda mampu mengurai sebuah reaksi kimia sehingga menjadi sebuah gula. Tetapi Anda tidak akan mampu membuat rasa manis yang dikandung gula tersebut. Bahkan kadang Anda sendiri belum tentu merasakan rasa manis pada gula sehingga Anda tidak merasakan sensasi enak pada lidah dan pikiran - misalnya ketika lidah kena sariawan atau karena penyakit lainnya.

Baiklah agar Anda tidak bingung, saya akan sebutkan beberapa uslub Alqu'an dalam menyuruh (al amr) dan melarang (an nahy). Alqu'an tidak hanya memakai satu macam uslub dalam menyuruh, melarang dan memberikan hak hamba memilih, dan menjelaskan keadaan (hal/kondisi). Seperti pada kalimat perintah (amar), menyuruh dengan terang memakai kata suruhan seperti firman Allah: "Bahwasanya Allah menyuruh kita berlaku adil dan berbuat ihsan dan memberikan belanja kepada kerabat." (QS. An Nahl: 90). Juga pada ushlub larangan, memakai mudhari' yang didahului oleh larangan, atau fi'il amar yang menunjukkan kepada larangan, seperti: "Tinggalkanlah olehmu dosa yang nyata dan dosa yang tersembunyi." (QS Al An'am:120) .

Pada kedua uslub di atas Anda sering mendengarkan dengan jelas dan mengerti maksudnya sehingga Anda memaksakan diri untuk meninggalkan atau mengerjakan apa yang tercantum dalam ayat-ayat tersebut. Akan tetapi bagaimana sikap kita kepada ushlub yang menjelaskan keadaan atau pengalaman/kondisi seseorang misalnya pada firman Allah sebagai berikut: "Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhannya mereka bertawakkal." (QS. Al Anfaal: 2 ). Juga pada ayat-ayat di bawah ini:

"Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Yang Maha Pemurah kepada mereka, Maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis. Maka datanglah sesudah mereka, pengganti ( yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka kelak dia menemui kesesatan." (QS Maryam: 58-59 )


"Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. mereka itu dalam kesesatan yang nyata." (QS Az Zumar: 22).


"…gemetar karenanya kulit (fisik) orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit (fisik) dan hati mereka di waktu mengingat Allah, itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya". (QS Az Zumar: 23)


"Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusu' dalam shalatnya." (QS Al Mu'minun: 1-2).

Pada uslub ayat di atas tidak ada kalimat perintah maupun larangan, akan tetapi merupakan keterangan dan pengalaman seseorang ketika mendapatkan karunia dari Allah. Karena itu merupakan rahmat Allah maka tidak akan masuk kepada hati orang yang kasar dan sombong serta merasa paling pintar, seperti diungkapkan pada surat Maryam 58-59, dikatakan bahwa mereka tidak akan mendapatkan karunia atau nikmat iman seperti menangis serta bersungkur tatkala disebut nama Allah, disebabkan di hatinya ada kesombongan dan memperturutkan hawa nafsu. Keadaan
seperti digambarkan ayat-ayat di atas tersebut tidak akan bisa dibuat-buat, misalnya memaksakan diri untuk menangis, pura-pura khusyu', pura-pura cinta, dan sebagainya, karena semua itu adalah hasil dari kedekatannya kepada Allah, dari jerih payahnya ketika malam bertahajjud, berdzikir. Akan tetapi hal ini tidak akan diperoleh kalau pelaksanaan tahajjud, dzikir, dan ibadah-ibadah lainnya itu tak dibarengi dengan hati yang bersih. Bukan memakai pemikiran,akan tetapi menggunakan jiwa yang tenang - karena Tuhan tidak memanggil "wahai pikiran yang tenang" tetapi"wahai jiwa yang tenang" (yaa ayyatuhan nafsul muthmainah).

Pengalaman rekan-rekan itu telah dibenarkan oleh Alqu'an, bukan oleh Abu Sangkan. Karena hal (kondisi hati) mereka benar-benar merasakan ketenangan yangsangat luar biasa..bahkan sering menangis ketika shalat, merasakan keheninganhati disetiap saat seraya berucap Allah … Allah … Allah, kadang muncul subhanallah … subhanallah dan laailaha illallah … laailaha illallah, terus tanpa berhenti dan mereka merasakan nikmat dan damai yang amat sangat. Inilah yang dimaksudkan oleh Rasulullah SAW sebagai lazzatul iman.

Pada surat Az Zumar 23 dikatakan orang yang takut kepada Allah serta berdzikir kepada Allah fisiknya akan mengalami sensasi bergetar kemudian mengalami proses ketenangan secara fisik dan hatinya, dan ditegaskan pada akhir ayat,. "… itulah petunjuk Allah…", bukan mistik seperti apa yang Anda tuduhkan.

Saya akan perkuat mengapa mereka mendapatkan tuntunan dan sensasi rasa yang berpengaruh kepada mental mereka (muncul kasih sayang, mudah menangis ketika disebut nama Allah, shalat semakin nikmat dan hati menjadi sangat tenang). Yakni, karena hati mereka telah mendapatkan petunjuk dari Rabbnya.

Firman Allah: "Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, tentu Dia akan menunjuki 'hatinya' dan Tuhan Maha mengetahui segala-galanya." ( QS At
Taghabun:11). "Keimanan telah ditetapkan Allah kedalam hatinya serta dikokohkan pula Ruh dari diri-Nya." (QS Al Mujadilah: 22). "Dan Kami tunjang pula mereka dengan petunjuk, dan Kami teguhkan hati mereka." (QS Al Kahfi: 13-14). "Dialah yang telah menurunkan ketentraman di dalam hati orang-orang yang beriman supaya bertambah keimanannya di samping keimanan yang telah ada." (QS Al Fath: 4).

Kiranya cukup Allah saja yang menilai getaran cinta mereka dan diakui oleh-Nya, kita hanya menelaah dengan ayat-ayat-Nya sebagai katalisator diterima atau tidaknya ibadah kita.

Ayat-ayat ini sebenarnya merupakan ukuran atau cermin buat kita, bukan diperdebatkan, sudahkah bergetar hati kita tatkala disebut nama Allah, sudahkah kita menangis ketika shalat, sudahkah kita mendapatkan ketenangan jiwa ketika berdzikir kepada Allah. Padahal semua yang tersebut di atas merupakan ciri-ciri orang beriman. bahkan secara tegas Alqu'an mengatakan, bagi yang tidak mendapatkan karunia itu termasuk orang yang merugi bahkan tersesat. Di dalam surat Al Anfaal ayat 2 didahului kalimat innama, yang menunjukkan bahwa orang yang tidak bergetar hatinya ketika disebut nama Allah tidak dikatakan beriman. Sebab, iman itu muncul dari hati, bukan dari pikiran sebagaimana dilukiskan dalam sanggahan Allah terhadap orang Arab Badwi yang mengaku beriman ternyata menurut Allah mereka belum beriman karena iman belum masuk kedalam hatinya.

"Orang-orang Badwi itu berkata, 'Kami telah beriman.' Katakanlah (kepada mereka), 'Kamu belum beriman, tetapi katakanlah 'kami telah tunduk' karena iman itu belum masuk kedalm hatimu …" (QS Al Hujuraat: 14). Dalam ayat ini dikatakan walakin quuluu aslamna, akan tetapi katakanlah "kami baru berislam" (aslamna), walamma yadkhulil iman fi qulubikum, sebelum iman itu masuk kedalam hatimu …….

Demikian pandangan saya mengenai Alqur'an yang suci dan abadi, merupakan sebuah rujukan yang penuh inspirasi untuk memacu kreatifitas berfikir (afala tatafakkarun), kreatifas meneliti (afala tubshirun), dan kreatifitas akal (afala ta'qilun).

Semoga Allah memaafkan kita semua dan membimbing hati kita untuk memahami ayat-ayatnya baik yang tertulis ( kauliyah) maupun ayat yang tak tertulis ( kauniyah/ ciptaan-Nya)……amin

Wassalam

Abu Sangkan

Rahasia Huruf Al Quran PDF Cetak E-mail
Ditulis Oleh Administrator

Rahasia huruf yang terkandung dalam Alquran, secara tegas Rasulullah tidak pernah menjelaskan rahasia ini. Hanya saja beliau mengisyaratkan bahwa di dalam Alquran itu jika diringkas, inti Alquran itu adanya dalam surat Al Fatihah sehingga disebut ummul qur'an, ... kemudian oleh ulama sufi di kembangkan menjadi suatu ilmu dalam mencari hakikat huruf atau firman ….

Mungkin cara yang ditempuh oleh para guru-guru sufi sering kali membuat bingung pengamat, sehingga mereka dianggap orang yang mengada-ada dalam beragama. Sebenarnya tidaklah demikian, ... saya sendiri bukanlah penganut faham ajaran para sufi tentang rahasia huruf yang mereka kemukakan. Akan tetapi saya hanyalah orang yang mencoba mengerti methode yang di sampaikan sebagai pendekatan ilmu, ... agar sang murid mudah memahami dalam arti hakikat. Bagi saya hal itu sah saja, karena di dalam memberikan pengertian arti tersembunyi sangatlah sulit, sehingga mereka mempunyai cara yang indah untuk memudahkan dalam memberikan arti rahasia ketuhanan dengan sederhana. Hal ini saya ungkapkan agar para pengamat tidaklah mencurigai ajaran para sufi ini.

Mari kita fahami rahasia huruf ini dengan pengertian kita sekarang….

Huruf adalah sebuah rumus yang pada mulanya tidak memiliki arti apa-apa, ... kemudian tersusun menjadi sebuah kata dan susunan kata menjadi sebuah kalimat dari kalimat terkandung sebuah pengertian, ... dan pengertian itu bukanlah sebuah kalimat !!

Kalau kita perhatikan sebelum ada kesepakatan manusia mengenai rumusan huruf, huruf adalah sebuah artikulasi yang timbul dari dorongan udara yang terhalang oleh pita suara pada tenggorokan, sehingga menghasilkan bunyi … kata ADUH !! AU !! bukan sebuah kalimat tetapi mengandung sebuah pengertian menunjukkan rasa sakit atau terkejut.

Seandainya rumus-rumus itu tidak ada maka huruf, kata, kalimat pun tidak ada, ... akan tetapi walaupun rumus-rumus huruf tidak ada, namun hakikat pengertian dalam diri manusia tetap ada. Anda akan menemukan bahasa yang sama pada diri manusia seluruh dunia yaitu bahasa jiwa, yang tidak berhuruf, tidak bersuara, tidak bergambar. Maka benarlah jika demikian bahwa Alqur'an itu awalnya adalah bahasa wahyu (bahasa Allah) laa shautun wala harfun tidak berupa suara dan bukan berupa huruf yang di-translate kedalam bahasa manusia yaitu bahasa Arab !! Pada saat itu Rasulullah hanya mengerti dengan jelas apa yang telah turun kedalam jiwanya. Bahasa Allah itu berupa ilham / wahyu, menurut kamus bahasa Arab dalam Munzid, ilham itu berarti memasukkan pengertian kedalam jiwa orang itu dengan cepat. Dikehendaki dengan cepat, ialah dituangkan sesuatu pengetahuan-pengetahuan ke dalam jiwa dalam sekaligus dengan tidak lebih dahulu timbul fikiran dan muqadimat-muqadimatnya, ... seperti binatang lebah, ketika menerima wahyu dari Allah, binatang itu tidak mengenal huruf, akan tetapi mereka mampu menangkap ajaran Allah ketika Allah menginstruksi-kan membuat rumah-rumahnya yang indah dan tersusun rapi dan cerdas !

Pengertian itu tidak terdiri dari rangkaian huruf atau suara. seperti perasaan CINTA dan Perasaan RINDU dan perasaan ini tidak ada tertulis huruf C-I-N-T-A, ... walaupun anda tidak menggunakan rangkaian huruf dan suara mengapa anda memahami rindu dan cinta itu, ... akhirnya anda menterjemahkan kedalam bahasa manusia menjadi aku rindu, aku cinta …. Keadaan ini sangat jelas dan tidak bisa bercampur dengan perasaan lainnya. Cinta itu sangat jelas tempatnya bahkan anda mampu menceritakan dengan bahasa yang lugas. Inilah rahasia firman Allah yang akan diungkapkan oleh ulama sufi dalam bahasa yang indah dan dimengerti oleh murid-muridnya.

Selanjutnya setelah anda mengerti akan uraian saya diatas maka marilah kita membahas maksud pertanyaan saudara mengenai rahasia huruf dalam Alqur'an.

Alquran mengandung 6666 ayat, terhimpun dalam AL FATIHAH dan Al fatihah pula terhimpun dalam BISMILLAHIRRAHMAN NIRRAHIM dan bismillahirrahman nirrahim terhimpun dalam Alif, sedangkan ALIF terhimpun dalam BA' dan pada Ba' terhimpun pada titiknya. Pada titik inilah awal mula semua kejadian bentuk huruf….

Hampir mudah sekarang kita memahami maksud rumusan diatas, karena kita tahu bahwa Al qur'an itu adalah firman Allah mengandung seluruh perintah dan larangannya, tata hukum dan sejarah bangsa-bangsa manusia, ... pada seluruh rangkaian firman sebanyak 30 juz itu ternyata terangkum dalam ummul qur'an (Al fatihah).

Pada ummul qur'an menyimpulkan inti ajaran Alquran :
Tentang masalah ketuhanan yaitu sifat af'al dan Dzat Allah…Dialah Allah yang memiliki sifat Maha Pengasih dan Maha Penyayang Tidak ada yang berhak menyandang pujian kecuali Dia Dia lah tempat segalanya bergantung Karena Dia adalah penguasa alam semesta Kepada-Nya manusia memohon pertolongan dan petunjuk Demikianlah kesimpulan maksud ummul Qur'an, yaitu berserah dan menerima Allah serta bersandar kepada yang Maha menguasai alam dan diri manusia.

Berarti dari rangkaian ayat-ayat dalam Al fatihah adalah tertumpu pada huruf ba' (dalam tata bahasa Arab sebagai ba' sababiyah), artinya semua yang ada berasal dari huruf ba' dengan sebab ismi (nama). Kalau di pisah bi- ismi- Allah (bismillah) semua yang ada karena sebab adanya Asma, pada Asma terdapat yang memiliki Asma yaitu Dzat, ini terangkum dalam arti titik, karena titik baru bersifat Kun (jadilah) maka terjadilah segala sesuatu. Karena kun-Nya yang dilambangkan dengan titik, merupakan asal dari segala coretan huruf berasal dari titik-titik yang beraturan menjadi garis, garis menjadi bentuk atau wujud. Sedangkan dzat tidak berupa titik karena titik masih merupakan sifat dari pada DZAT !! artinya Kun Allah bukanlah DZAT, karena Kun (kalam / wahyu) adalah sifat dari pada Dzat, bukan Dzat itu sendiri, ... sehingga arti titik adalah akhir dari segala ciptaan, pada titik ini terkandung ide-ide yang akan tergores suatu bentuk dan pada wilayah inilah yang dimaksud para kaum sufi sebagai Nur Muhammad (cahaya terpuji), karena segala sesuatu akan memuja dan mengikuti kehendak Dzat, dan Dzat berkata melalui Kun-Nya, maka jadilah semuanya. Hal ini juga terurai dalam filsafat yang menunjukkan arti hidup, diurai dalam makna yang berbeda, akan tetapi mempunyai kandungan pengertian yang hampir mirip dengan uraian saya diatas.

Seorang guru besar mengajarkan kepada anaknya hal berikut :

Ambilkan aku buah pohon itu disana itu
Sang murid menjawab, Ini dia yang mulia ….
Belah dua-lah itu.
Sudah terbelah, yang mulia
Apakah yang kamu lihat ?
Saya melihat biji yang amat kecil
Belah dua-lah salah satu dari padanya
Dia sudah terbelah, yang mulia
Apakah yang kamu lihat didalamnya ?
Tidak ada sesuatu apapun, yang mulia

Sang guru berkata :

Yang halus ialah unsur hidup
Yang tak tampak olehmu
Dari yang halus itulah sebenar yang ada
Yang dari padanya sekalian ini terjadi
Itulah hakikat yang sejati,
Itulah hidup
Itulah kamu ……

Dari sebuah biji, terangkum ide-ide yang akan terjadi, ... nanti akan ada sebuah akar yang menjulur, daun-daun yang hijau, batang yang kokoh serta buahnya yang ranum. Dan itu terangkum dalam sesuatu yang tak terlihat, yaitu hakikat hidup

Syekh An Nafiri menguraikan masalah huruf ini dalam kitab Raaitullah (Aku telah Melihat Allah). Beliau dalam pembahasan masalah hakikat juga menggunakan 'huruf' sebagai lambang segala sesuatu tercipta untuk mengungkapkan bahwa dzat itu bukanlah sebuah apa yang bisa digambarkan, sebab segala sesuatu yang masih bisa digambarkan disebut dengan huruf.

Huruf dirangkai menjadi perkataan, dari perkataan menjadi pendapatan, pendapatan bersama dengan perkataan akan menjadikan bilangan. Pendapatan disatukan dengan bilangan perkataan, dan bilangan perkataaan disatukan dengan bilangan pendapatan menimbulkan kekuatan magis, dan atas dasar hukum peringatan hal yang demikian adalah masuk dalam kekufuran. Hukum bilangan kata adalah hukum bantah-membantah (sengketa) yang satu berlawanan dengan yang lain, hal mana membawa kepada kepiluan dan kecemasan, hal yang demikian adalah kemustahilan belaka dan menjadikan ketegangan dan keguncangan.

Asma (nama-nama) dan sifat-sifat dan Af'al (perbuatan-perbuatan) adalah hijab belaka atas Dzat ilahiat. Karena sesungguhnya Dzat ilahiat itu tidak dapat menerima pembatas. Dzat ilahiyat itu berada pada tingkat ketinggian, sedangkan pelepasan (penanggalan tajrid) dan Asma dan Ilahiyat adalah urut-urutan yang menurun. Asma dengan Dzat Asmanya berdiri tanpa perbuatan, Asma dapat berbuat hanya dikarenakan Dzat Allah semata…dan sesungguhnya persoalannya berkisar bagaikan perkakas dan alat-alat dan huruf di dalam surga adalah merupakan alat-alat dan perkakas…..

Kesimpulan dari semua keterangan diatas adalah:
Para sufi ingin memudahkan dalam pencaharian Tuhannya melalui firman dan ciptaannya….
Secara berurutan terurai sebagai berikut …
Alam adalah firman Allah yang tak tertulis (ayat-ayat kauniyah), dan
Alqur'an adalah ayat-ayat kauliyah …
Semua alam semesta tergelar atas Asma Allah (bismillah)
Asma terkandung kehendak …
Kehendak terkandung dalam sifat…
Sifat terkandung dalam Af'al
Af'al terkandung pada Dzat
Semua itu adalah hijab, karena asma, sifat, af'al bukanlah dzat itu sendiri … itulah yang dimaksud para sufi bahwa segala yang tergambarkan adalah HURUF, dan merupakan hijab, ... dan Dzat berada dibalik TITIK … dzat tidak bisa digambarkan oleh sesuatu, ... untuk mengetahui Dzat Allah harus menyingkirkan huruf dan titik, karena itu adalah hijab !!

Demikian semoga Allah membuka hati kita amin

Perjalanan Mencari Yang Haq PDF Cetak E-mail
Ditulis Oleh Administrator

Ada dua jalan yang ditempuh orang dalam mencari yang haq dengan masing-masing dalilnya :

Man `arafa nafsahu faqad `arafa rabbahu
Barang siapa mengenal dirinya maka pasti dia akan kenal Tuhannya. (Dalil ini yang sangat populer dikalangan sufi, meditator , filosof, teolog)

Man `arafa rabbahu faqad `arafa nafsahu
Barang siapa yang kenal Tuhannya pasti dia akan kenal dirinya.

Pada jalan pertama, biasanya di lakukan oleh para pencari murni, mereka belum memiliki panduan tentang tuhan dengan jelas. Dia hanya berfikir dari yang sangat sederhana …yaitu ketika ia melihat sebuah alam tergelar, muncul pemikiran pasti ada yang membuatnya atau ada yang berkuasa dibalik alam ini, ... mustahil alam ini ada begitu saja … dan alam merupakan jejak-jejak penciptanya … Dengan filsafat inilah orang akhirnya menemukan kesimpulan bahwa Tuhan itu ada.

Sebagian meditator atau ahli sufi menggunakan pendekatan filsafat ini dalam mencari Tuhan, yaitu tahapan mengenal diri dari segi wilayah-wilayah alam pada dirinya, misalnya mengenali hatinya dan suasananya, pikiran, perasaannya, dan lain-lain sehingga dia bisa membedakan dari mana intuisi itu muncul, ... apakah dari fikirannya, dari perasaannya, atau dari luar dirinya…

Akan tetapi penggunaan jalur seperti ini sering kali membuat orang mudah tersesat, karena pada tahapan-tahapan wilayah ini manusia sering terjebak pada 'kegaiban' yang dia lihat dalam perjalanannya, ... yang kadang-kadang membuat hatinya tertarik dan berhenti sampai disini, karena kalau tidak mempunyai tujuan yang kuat kepada Allah pastilah orang itu menghentikan perjalanannya …. Karena disana dia bisa melihat fenomena / keajaiban alam-alam dan mampu melihat dengan kasyaf apa yang tersembunyi pada alam ini … akhirnya mudah muncul 'keakuannya' bahwa dirinyalah yang paling hebat …akan tetapi jika dia kuat terhadap Tuhan adalah tujuannya, pastilah dia selamat sampai tujuannya…..

Teori yang dilakukan tersebut adalah jalan terbalik, karena dalam pencariannya ia telusuri jejak atau tanda-tanda yang ditinggalkannya (melalui ciptaan / alam), ... ibarat seseorang mencari kuda yang hilang, yang pertama di telusuri adalah jejak tanda kaki kuda, kemudian memperhatikan suara ringkik kuda dan akhirnya di temukan kandang kuda dan yang terakhir dia menemukan wujud kuda yang sebenarnya ….Hal ini sebenarnya sangat menyulitkan para pelaku pencari Tuhan, ... karena terlalu lama di dalam mengidentifikasi alam-alam yang akan di laluinya ….

Dalil yang ke dua : adalah melangkah kepada yang paling dekat dari dirinya …yaitu Yang Maha Dekat, ... langkah ini yang paling cepat di tempuh dibanding dalil pertama… Karena dalil pertama banyak dipengaruhi oleh para filosof pada jaman pertengahan dalam hal ini filsafat Yunani. Teologi Kristen dan Hindu telah banyak mempengaruhi filsafat ini. sehingga Al Ghazali gencar mengkritik kaum filosof dengan menulis kitab tentang tidak setujunya dengan ide filsafat masa itu yaitu Tahafut Al Falasifah / kerancuan filsafat ….

Alghazali membantah pemikiran yang dimulai dengan rangkaian berfikir terbalik, ... beliau mengajukan gagasan bahwa ummat islam harus memulai pemikirannya dari sumber pangkal ilmu pengetahuan yaitu Tuhan, bukan dimulai dari luar yang tidak bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya, artinya sangat berbahaya karena di dalam filsafat memulai berfikirnya dari tahapan yang real menuju esensi dibalik semuanya berasal. Sedangkan di dalam Islam menunjukkan keadaan Tuhan serta jalan yang akan di tempuh sudah di tulis dalam Alqur'an agar ummat manusia tidak tersesat oleh rekaan-rekaan pikiran yang belum tentu kebenarannya…

Pencarian kita telah di tulis dalam Alqur'an dan Allah menunjukkan jalannya dengan sangat sederhana dan mudah …tidak menunjukkan alam-alam yang mengakibatkan menjadi rancu dan bingung … karena alam-alam itu sangat banyak dan kemungkinan menyesatkan kita amat besar…

Mari kita perhatikan cara Tuhan menunjukkan para hamba yang mencari Tuhannya .

"Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila berdoa kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perinta-Ku) dan hendaklah mereka itu beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran." (QS. Al Baqarah: 186)

"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan menusia dan mengetahui apa yang di bisikkan oleh hatinya dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya." (QS. Al Qaaf: 16)

Ayat-ayat diatas, mengungkapkan keberadaan Allah sebagai wujud yang sangat dekat, dan kita diajak untuk memahami pernyataan tersebut secara utuh. Alqur'an mengungkapkan jawaban secara dimensional dan dilihat dari perspektif seluruh sisi pandangan manusia seutuhnya. Saat pertanyaan itu terlontar, dimanakah Allah ? Maka Allah menjawab: Aku ini dekat, kemudian jawaban meningkat sampai kepada, Aku lebih dekat dari urat leher kalian .atau dimana saja kalian menghadap di situ wujud wajah-Ku…dan Aku ini maha meliputi segala sesuatu ….

Sebenarnya tidak ada alasan bagi kita jika dalam mencari tuhan melalui tahapan terbalik…

Pada tahap pertama beliau nampak alam dan segala kejadian adalah satu bersama Allah. dan pada tahap kedua nampak alam sebagai bayangan Allah; dan pada tahap ke tiga beliau nampak Allah adalah berasingan dari pada segala sesuatu di alam ini. Kalau hal ini hanya sebatas penjelasan terstruktur kepada muridnya, saya anggap hal ini tidak menjadi persoalan, ... akan tetapi jika tahapan-tahapan ini merupakan methodology dalam mencari tuhan, ... saya kira ini berbahaya, karena yang akan berjalan adalah fikirannya atau gagasannya, … yang akhirnya timbul khayalan atau halusinasi.

Di dalam islam memulainya dengan pengenalan kepada Allah terlebih dahulu yaitu dengan dzikrullah (mengingat Allah), ... kemudian kita di perintah langsung mendekati-Nya, karena Allah sudah sangat dekat..tidak perlu anda mencari jauh-jauh melalui alam-alam yang amat luas dan membingungkan ..alam itu sangat banyak dan bertingkat-tingkat. Tidak perlu kita memikirkannya…cukupkan jiwa ini mendekat secara langsung kepada Allah … karena orang yang telah berjumpa alam-alam belum tentu ia tunduk kepada Allah, karena alam disana tidak ada bedanya dengan alam di dunia ini karena semua adalah ciptaan-Nya !!

Akan tetapi jika anda memulai dengan cara mendekatkan diri kepada Allah, maka secara otomatis anda akan diperlihatkan / dipersaksikan kepada kerajaan Tuhan yang amat luas. Maka saya setuju dengan dalil yang kedua, barang siapa kenal Tuhannya maka dia akan kenal dirinya. Sebab kalau kita kenal dengan pencipta-Nya, maka kita akan kenal dengan keadaan diri kita dan alam-alam dibawahnya, karena semua berada dalam genggaman-Nya…karena Dia meliputi segala sesuatu …karena Dia ada dimana saja kita ada, ... dan Dia sangat dekat.

Betapa rumitnya perjalanan yang dilalui oleh Eckankar, seperti apa yang yang saya tulis pada bab Membuka hijab….dan bagi yang tidak kenal Alqur'an akan mudah sekali berhenti dan tersesat kepada alam-alam itu …karena intuisi itu amat banyak yang muncul dari segala suara alam-alam tersebut (tolong anda baca tahapan spiritual yang di tulis pada bab Membuka hijab, karena akan membantu penjelasan saya ini )

Kesimpulan :

Islam mengajarkan didalam mencari tuhan, telah diberi jalan yang termudah dengan dalil barang siapa kenal Tuhannya maka dia akan kenal dirinya … hal ini telah ditunjukkan oleh Allah bahwa Allah itu sangat dekat, ... atau dengan dalil …barang siapa yang sungguh-sungguh datang kepada Kami, pasti kami akan tunjukkan jalan-jalan Kami... (QS: Al ankabut: 69 )

"Wahai orang-orang yang beriman jika kamu bertakwa kepada Allah niscaya dia akan menjadikan bagimu furqan (pembeda)." (QS : Al Anfaal: 29)

Ayat-ayat ini membuktikan di dalam mendekatkan diri kepada Allah tidak perlu lagi melalui proses pencarian atau menelusuri jalan-jalan yang di temukan oleh kaum filsafat atau ahli spiritual di luar islam, ... karena mereka di dalam perjalanannya harus melalui tahapan-tahapan alam-alam … Islam di dalam menemuhi Tuhannya harus mampu memfanakan alam-alam selain Allah dengan konsep laa ilaha illallah … laa syai'un illallah … laa haula wala quwwata illa billah … tidak ada ilah kecuali Allah … tidak ada sesuatu (termasuk alam-alam) kecuali Allah, ... tidak ada daya dan upaya kecuali kekuatan Allah semata ….maka berjalanlah atau melangkahlah kepada yang paling dekat dari kita terlebih dahulu bukan melangkah dari yang paling jauh dari diri kita ….

Demikian mudah-mudahan Allah membukakan hati kita …

5 komentar:

  1. SAYA SANGAT STUJU DG MIND SAUDARA TTG CARA MENGENAL TUHAN.
    SBB DALAM ISLAM DISEBUTKAN AWALUDIN MARIFATULLOH. AWAL2 BERAGAMA MENGENAL ALLOH, BUKAN MENGENAL DIRI BARU MENGENAL ALLOH. DAN SEJARAH MEMBUKTIKAN BAHWA NABI MUHAMMAD ROSULLULLOH, SELAMA 13 TAHUN DA"WAHNYA ADALAH MENGENALKAN ALLOH. JADI FONDASI UTAMA ADALAH MENGENAL ALLOH,BARU NANTI ALLOH KENALKAN DENGAN CIPTAANNYA.

    BalasHapus
  2. dalilnya sudah cukup jelas & qotqi cuman aplikasinya dlm kehidupan seperti apa & bagaimana biar kita mengenal-NYA.

    Mohon share/kontak hp, email atau WA dari tuan2 yg sudah mengalami/mengenal-NYA.

    senterled@gmail.com

    BalasHapus